Latar Belakang Kondisi SDN Gardu Mukti
Tatapan Mereka |
Sebagaimana aktivitas pendidikan pada umumnya,
terutama di Negara dunia ketiga seperti Indonesia—yang dewasa ini sedang
gencar-gencarnya mencanangkan akselerasi di bidang pendidikan—terjadi banyak
peningkatan, baik itu dari segi infrastruktur maupun suprastrukturnya. Di dusun
Gardu, desa Bendungan, Kecamatan Pagaden Barat, Kabupaten Subang, kami kelompok
KKNM mencoba masuk ke dalam aktivitas pendidikan di salahsatu Sekolah Dasar;
SDN Gardu Mukti.
Memasuki
minggu kedua di bulan Januari, kami mulai ikut serta dalam proses KBM (Kegiatan
Belajar Mengajar). Dimulai di hari senin dengan upacara bendera dan perkenalan
kami sebagai tenaga penagajar pembatu selama satu minggu kedepan. Dihari itu
juga kami mulai masuk ke kelas untuk membantu—mungkin lebih tepatnya, kami
belajar memahami proses KBM—para guru yang bersangkutan untuk mengajar
siswa-siswi SDN Gardu Mukti.
Mata Itu |
Melihat
fasilitas yang ada, jangankan harus dibandingkan dengan kualitas pendidikan di
kota yang serba megah dan berlebih itu, jika kita melihat standar kelayakan
pendidikan pun, kondisi yang ada di SD ini jauh dari kata layak. Bangunan kelas
(kelas I dan VI) dengan plafon yang berlubang—yang kemungkinan setiap turun
hujan akan bocor—ventilasi udara yang kurang juga membuat udara menjadi pengap,
dan sarana penunjang KBM lainnya yang kami pikir kurang layak.
Begitu kami
masuk ke kelas, kami cukup terperanga dengan jumlah siswa yang sangat sedikit
(kurang lebih hanya 10-15 siswa perkelas), belum lagi dengan semangat belajar
yang kami rasa sangat kurang. Salahsatu guru disini bahkan mulai putus asa
dengan kondisi yang ada, “sebesar apapun dorongan dan motivasi yang diberikan
guru-guru di sekolah, bila tidak dimulai dan diimbangi dengan kesadaran akan
pentingnya pendidikan oleh pihak keluarga, hal itu akan menjadi sia-sia”
komentar guru Agama pada sela-sela jam istirahat di ruang guru.
Minat
belajar siswa-siswa yang kurang bisa jadi disebabkan oleh struktur tim pengajar
yang—sejauh pengamatan kami—kurang baik karena jika ada guru yang berhalangan mengajar,
tidak ada guru pengganti sehingga menghambat proses KBM. Seperti yang kami
dapati di hari selasa, 22 Januari 2013. Saat itu kelas bahasa Inggris tidak ada
guru dan penggantinya pun tidak ada. Ternyata kejadian seperti ini sudah sering
terjadi, baik guru maupun siswa akhirnya menjadi maklum terhadap kondisi yang
ada di sekolah ini.
Suasana Kelas |
Jika kita menengok latarbelakang kondisi
sosio-historis yang ada di dusun Gardu ini, ternyata dulu daerah ini sempat
terkenal sebagai daerah ‘merah’. Bahkan salah satu guru disini mengatakan bahwa
SDN Gardu Mukti seringkali mendapat keluhan dari guru-guru SMP yang ada di
daerah ini perihal kenakalan anak-anak lulusan SDN Gardu Mukti, sebab anak-anak
nakal yang jadi sumber masalah di SMP itu kebanyakan adalah lulusan SD ini.
Tetapi disisi lain siswa-siswa SDN Gardu Mukti memiliki prestasi di bidang
olahraga, khususnya tim voli yang sering menjuarai kejuaraan voli tingkat
kecamatan.
Aktivitas Mahasiswa KKNM di SDN Gardu Mukti
Merah-Putih yang 'Miring' |
Dengan kodisi yang sudah dipaparkan sebelumnya, kami
mahasiswa KKNM memutuskan untuk terlibat kedalam aktivitas KBM di SDN Gardu
Mukti. Meskipun kami bukan berasal dari disiplin ilmu pendidikan, tapi memang
tujuan kami bukan untuk mengganti dan atau membantu tenaga pengajar. Kehadiran
kami selama satu minggu di SDN Gardu Mukti mungkin hanya sebatas ingin
memetakan persoalan manajerial dan struktural untuk kemudian ditindaklanjuti
oleh pihak yang bersangkutan, dalam hal ini adalah tenaga pengajar SDN Gardu
Mukti.
Selama
satu minggu, kami masuk kelas untuk mengisi berbagai mata pelajaran dan
memotivasi para siswa untuk lebih peduli terhadap pendidikan. Disela-sela
proses KBM, kami banyak melakukan pendekatan personal terhadap para siswa untuk
mengetahui lebih jauh akar persoalan yang mereka hadapi.
Respon
yang kami terima dari pihak sekolah sangat baik, dimulai dari penerimaan saat
upacara bendera di hari senin yang kami rasa cukup hangat. Siswa-siswi pun
terlihat begitu antusias menyambut kehadiran kami, bahkan tidak sedikit
diantara mereka yang ingin kami lebih lama mengajar. Hal itu membuat kami
senang, melihat mata-mata hijau yang jauh dari siasat dan segala basa-basi.
Mata mereka yang memandang kami dengan sumringah dan penuh keceriaan. Mata
anak-anak berseragam merah-putih yang kelak akan menggantikan kami dan
orang-orang sebelum kami.